Terima kasih
Untuk satu nama, yang kusebut dalam doa. Meskipun berkali kausediakan luka, mengapa aku tetap sulit membencimu jua? Air mata tidak terhitung banyaknya, ketika kamu ucapkan pisah meskipun tidak ada pertengkaran di antara kita. Segala kataku yang terucap untukmu, tidak kau gubris dengan tindakan apapun. Berkali aku mengucap maaf, meskipun aku tidak tahu di mana salahku. Tapi, kamu memutuskan pergi, seakan kamu tidak tahu siapa yang paling terluka di sini.
Berhari-hari setelah kamu pergi, aku masih memohon pada Tuhan agar memutarbalikan hatimu untuk kembali. Tapi, kamu memang dari dulu tidak pernah menjadikanku rumah untuk pulangmu. Aku hanyalah tempat persinggahan untuk melepaskanmu dari rasa bosan. Bodohnya, aku tidak pernah menyadari, bahwa aku hanya kau jadikan tempatmu untuk menghilangkan sepi.
Kau buat aku berharap terlalu tinggi, pada ucapan manismu yang ternyata hanya mimpi. Terlalu sabar aku menanti, sampai aku lupa perihnya patah hati. Kamu membutakan aku dari segala rasa, membuat aku terpenjara pada rasa yang kupikir cinta. Ternyata kamu tidak secinta itu padaku. Ternyata cintamu tidak pernah untukku.
Sejujurnya, aku masih mendoakanmu dari sini. Berharap kamu, sekali lagi, menyadari siapa yang paling berkorban di sini. Terlalu jauh perjuanganku untukmu, hingga aku tidak tahu caranya untuk berhenti mengharapkanmu. Aku masih menunggu pesan singkatmu hadirmu, meskipun itu hanya sekadar menanyakan kabarku; yang sudah pasti remuk setelah kepergianmu. Terima kasih sudah membuatku--setolol ini.
01:15
Elp,
Berhari-hari setelah kamu pergi, aku masih memohon pada Tuhan agar memutarbalikan hatimu untuk kembali. Tapi, kamu memang dari dulu tidak pernah menjadikanku rumah untuk pulangmu. Aku hanyalah tempat persinggahan untuk melepaskanmu dari rasa bosan. Bodohnya, aku tidak pernah menyadari, bahwa aku hanya kau jadikan tempatmu untuk menghilangkan sepi.
Kau buat aku berharap terlalu tinggi, pada ucapan manismu yang ternyata hanya mimpi. Terlalu sabar aku menanti, sampai aku lupa perihnya patah hati. Kamu membutakan aku dari segala rasa, membuat aku terpenjara pada rasa yang kupikir cinta. Ternyata kamu tidak secinta itu padaku. Ternyata cintamu tidak pernah untukku.
Sejujurnya, aku masih mendoakanmu dari sini. Berharap kamu, sekali lagi, menyadari siapa yang paling berkorban di sini. Terlalu jauh perjuanganku untukmu, hingga aku tidak tahu caranya untuk berhenti mengharapkanmu. Aku masih menunggu pesan singkatmu hadirmu, meskipun itu hanya sekadar menanyakan kabarku; yang sudah pasti remuk setelah kepergianmu. Terima kasih sudah membuatku--setolol ini.
01:15
Elp,
Komentar
Posting Komentar