Aku Akan Baik-Baik Saja
“Setiap orang berhak atas bahaginya. Terlepas dari bagaimana cara mencapainya.” Aku sangat setuju dengan pernyataan ini. Setiap orang berhak memilih bahagianya sendiri. Termasuk kamu, ya, kamu berhak bahagia. Seperti saat ini, ketika kamu bahagia dengan dia yang telah kamu pilih untuk menemanimu menua. Aku tak masalah jika harus melepaskan kamu. Bagiku, yang terpenting adalah bahagiamu. Percayalah, aku akan baik-baik saja, aku akan melakukannya dengan cara yang sempurna.
Ketahuilah, merelakan kamu bersama orang lain bukan berarti aku tidak cinta. Aku tahu akan ada luka yang menyesakkan dada, dan jantungku yang berdetak tidak lagi seirama. Akan ada sungai air mata yang mengalir deras membasahi pipi, topeng bahagia akan setia menemani untuk menutupi kesedihan. Akan ada ribuan kecewa dan penyesalan. Akan ada jutaan kamu dalam kepala, dengan senyummu yang khas yang akan menghiasi setiap lindurku. Akan ada langkah gontai di setiap pagiku. Akan ada milyaran kata yang menggambarkan betapa aku tulus menyayangi kamu.
Berbekal keyakinan bahwa aku akan baik-baik saja melewati hari-hari patah yang akan datang. Aku yakin akan tetap bisa tersenyum, meski kutahu tentangmu akan selalu terkenang. Aku yakin akan bisa melupakanmu, meski kutahu itu bukan hal yang mudah. Aku yakin bisa mengikhlaskan kamu, meski kutahu akan sangat berat. Demi bahagiamu yang telah memilihnya, untuk sosok sempurna sebagai seorang suami— yang akan memakaikan cincin di jemarimu, mengecup keningmu. Percayalah, aku akan baik-baik saja.
Namun aku salah, ternyata berbekal keyakinan saja tidak cukup untuk membuatku tetap tegar menghadapi datang dan perginya kamu dalam kepala. Aku kalah olehnya, yang tanpa berjuang tapi kamu menangkan. Bagaimana bisa, aku yang terluka tapi dia yang kamu peluk dengan cinta. Aku tak berdaya, melihat kamu dan di tersenyum bahagia setelah melaksanakan khitbah. Sedang di sini, aku terkapar menahan lebam derita atas sebuah pengkhianatan. Aku masih tidak percaya, dengan manja kamu ingin aku tetap ada, datang menyaksikan momen bahagiamu sebagai teman baik, dengan dalih keluargamu ingin hubungan ini tetap terjalin apik.
Belum juga usai kurangkai kata, sudah sedalam ini saja kamu menggoreskan luka. Bahkan hingga tulisan ini selesai kubuat, untuk ikhlas aku masih berharap. Untuk kuat, aku masih berat. Pada hari itu aku turut mengucapkan selamat. Semoga lancar sampai tiba waktunya kalian menikah. Semoga dialah orang yang tepat; yang lebih sabar menghadapi manjamu, yang lebih bisa menenangkan amarahmu, yang lebih bisa memeluk lelahmu, yang lebih bisa mengerti sikapmu, dan yang lebih tulus mencintaimu.
Tolong, maafkanlah segala rupa salahku di masa lalu. Kuharap kamu tidak lagi mencariku. Terima kasih telah mengajarkanku arti dewasa dalam kecewa. Aku pamit dengan perasaan yang rumit akan kubawa semua rasa sakit.
“Berbahagialah, Rasa.”
_kopipena
Komentar
Posting Komentar