Jangan Membuat Aku Terlihat Bodoh..

Ah, aku mulai bosan dengan semua ini. Kesepian dalam keramaian, yang selalu bisa membawamu kembali kedalam ingatanku untuk yang kesekian kalinya. Aku lelah harus berulang-ulang mengingatmu. Aku capek harus berkali-kali memikirkanmu. Aku menyerah harus berulang kali terluka karena hal tersebut. Aku lelah harus berulang kali menjelaskan ke hati dan pikiranku bahwa hubungan kita sebenarnya baik-baik saja. Memberikan alasan ke hati dan pikiranku kenapa kamu tidak pernah lagi hadir dihari-hariku. Aku berusaha meyakinkan ke mereka bahwa hubungan kita berjalan mulus. Meskipun yang aku rasakan adalah sebaliknya.

Aku kembali menyelami luka lebih dalam sehingga aku akan tersadar, sedalam apa luka yang kamu cipta. Kamu telah mematikan nalarku dengan perhatianu, membiusku dengan kenyamanan yang kau rangkai, membunuhku melalui kata sayang dan cintamu. Kamu tidak pernah menginginkanku, sekalipun tak pernah. Kamu hanya benci kesendirian, keangkuhanmu butuh ditemani, dan hatimu perlu tertawa atas berbagai kisah menyayat hati yang pernah kamu lewati. Nyatanya, bukan aku yang selalu ada didalam do'amu. Kamu tak pernah berusaha menjadi untuk saling, namun kamu selalu berpikir yang paling.

Berat sekali rasanya merelakan pilihanmu yang tak ingin bersamaku. Tidak pernah muda bagiku untuk menerima kenyataan sepahit ini. Aku belum sepenuhnya memiliki tenaga yang cukup untuk melupakanmu. Namun, harus aku akui bahwa hatiku terlalu naif dan egois untuk mau mengakui bahwa logikalah yang menang. Aku tak bisa lagi berkeras diri. Kamu seperti hujan yang jatuh ke tanah. Hilang dan masuk kedalam semakin jauh. Aku yang harus sadar diri, bahwa semua perjuangan itu tidak lagi utuh. Tujuan kita sudah berbeda. Mau tidak mau. Luka harus kuterima.

Silahkan, pergi. Aku mengerti semua pasti akan berubah, entah kearah yang lebih baik atau sebaliknya. Hanya saja ada satu hal yang belum kumengerti, perihal perubahanmu yang begitu tiba-tiba dan keputusan yang cepat untuk pergi. Aku berpikir apa aku terlalu buruk untuk bisa bersama denganmu? Apakah selama ini keberadaanku hanya benalu, yang megganggu kehidupanmu? Aku adalah seseorang yang paling merasakan perubahanmu, sekecil apapun perubahan itu. Aku mengenalmu bukan hanya sejam, sehari, semnggu atau bahkan sebulan. Jadi, jangan pernah berbohong agar tidak terlihat menyakitkan bagiku.

Aku bukan ingin menahanmu pergi, apalah dayaku. Silahkan pergi. Aku hanya ingin kamu berhenti bersembunyi dibalik alasan-alasan yang kamu beri. Aku akan jauh lebih merelakan jika alasan pergimu adalah tentang rasa yang telah mati. Bukan dengan seribu alasan yang tidak ku mengerti. Jangan membuat aku terlihat bodoh dengan menunggumu kembali dan menepati segala janji. Aku tau itu hanyalah semu. Aku tahu kehadiranku sudah tidak kamu inginkan lagi, akan tetapi berikan aku sedikit waktu untuk membereskan tempat yang pernah kamu singgahi, untuk mengubur kenangan yang pernah kamu buat. Kenangan yang lupa kamu bawa ketika kamu pergi.

Seperti inikah rasanya melepaskan seseoarang yang ku kira akan setia menenmani, sungguh ini bukan hal yang mudah. Aku tidak ingin kamu pergi, tapi percayalah, aku benar-benar tidak memiliki alasan untuk menahan kepergianmu. Tidak bisakah kamu mengajariku caranya melupakan? secepat kamu melupakanku. Biarlah kini aku menjadi kacau, sekacau-kacaunya. Melebur bersama air mata dalam ruang penuh debu yang menyesesakan.

Pergilah, tidak perlu kembali dan berpura-pura peduli terhadap pedang yang terbungkus kecewa, yang baru saja kamu tancapkan. Yang jelas, ini tidak membuat saya baik-baik saja. Sebab, lukanya terlalu hebat. Pergilah, pedulikan saja kesehatanmu tanpa ada aku yang mengingatkanmu lagi. Pedulikan saja dirimu tanpa ada lagi aku disampingmu. Pikirkan saja bagaimana caranya menurunkan egomu yang terlalu tinggi itu, agar ketika kamu menemukan tambatan baru sebagai penggantiku, ia tidak perlu lagi merasakan sakit seperti yang aku rasakan saat ini (Vianty, 2017).

Komentar

Postingan Populer