Selamat Ulang Tahun Elegi..
Dua Ratus Lima Puluh Tujuh Hari Setelah Perpisahan Kita.
Kita telah masuk bulan November. Bulan yang aku harap penuh cinta dan kehangatan. Kamu ingat apa yang terjadi di tahun 2016? Saat hari ulang tahunmu, yang aku bayangkan tidak seunik yang kamu harapkan. Aku masih harus mencari celah untuk memberimu kado. Bayanganku akan memberimu 3 kado berturut-turut harus gagal karena salah satu kado masih belum selesai. Masih ingat kado apa itu? Entahlah, tidak harus kamu ingat juga. Aku masih sangat ingat harus begadang selama satu minggu untuk menyelesaikan sketch wajahmu dan satu minggu lagi untuk menyelesaikan kado TTS. Aku harus menunggu teman-teman mess tidur dahulu untuk bisa menyelesaikan kado-kado untukmu. Kamu tahu? Di kepalaku sudah bermunculan banyak hal untukmu, tapi maaf, hanya kado sederhana itu yang bisa kuberikan. Raisa dan Isyana memang cantik, tapi masih lebih cantik wanita dalam buku itu.
Aku tahu dulu aku begitu egois, tapi hanya itulah yang bisa pria bodoh ini lakukan agar kamu tidak pergi menghilang dan jauh. Genggaman tanganku yang terlalu erat itulah yang menyebabkanmu jera dalam pelukanku. Aku tidak sadar bahwa terlalu mencintaimu mengubah aku jadi pria paling pemarah ketika tahu ponselmu terdapat nama-nama lain yang tidak aku kenali. Aku kesal sebenarnya jika harus mengingat semua lagi. Karena aku berusaha untuk melupakanmu, melupakan kita, melupakan bagaimana caramu menatapku, dan berharap bahwa semua kenangan kita bisa segera tergantikan dengan kenangan baru yang aku ciptakan bersama kesibukanku. Itulah harapan yang hingga saat ini belum benar-benar menjadi kenyataan. Aku mengaku kalah karena tak ada kenangan yang membanggakan seperti kenangan kita dahulu. Kesibukan yang kini sedang kujalani tidak bisa membuatku tertawa lepas tidak karuan seperti dulu aku bersamamu. Saat ini, hanya kehampaan yang bersarang di dadaku. Aku menyesal membiarkanmu pergi dan begitu gengsi untuk memintamu kembali.
Oh, ya, aku keburu menggerutu soal rindu hingga aku lupa mengucapkan selamat ulang tahun dan menanyakan kabarmu. Selamat ulang tahun, ya. Semoga kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan, dan selalu bahagia dengan siapapun nantinya. Semoga Tuhan selalu mensucikan tangan-tangan yang menyentuhmu. Apa kabarmu, Gadis pemalas yang kegiatannya selalu aku perhatikan setiap waktu? Aku berharap kamu terus mengingat tentangku hingga tak cukup diingatanmu dan kamu tuangkan dalam tulisan yang cukup menjadi energi penyemangat yang membuat aku bertahan, hingga semua kata-kata darimu cukup membuat aku kembali merasa hidup, hingga semua kalimat lugu darimu membuat aku sedikit punya harapan dan melupakan sedikit kesibukanku yang sampai hari ini tidak mampu memberiku kebahagiaan.
Mungkin, saat kamu membaca ini, hanya ada umpatan kesal yang terjulur dari bibirmu, atau hanya amarah sesaat yang bermunculan dalam benakmu. Tapi, masih bolehkah aku berkata jujur bahwa hari-hari yang aku lewati tanpamu adalah hari-hari penuh tanda tanya, tanda tanya yang memiliki jawaban tidak berujung. Aku selalu berharap menemukan jawaban itu bersamamu, meskipun kamu tidak akan berbalik ke arahku walau sedikit saja. Aku mengaku kalah. Aku mengaku masih begitu jatuh cinta padamu seperti pertama kali kita bertemu. Seperti pertama kali kulihat wajahmu dalam sebuah pertemuan kala itu.
Malam ini, ditemani sebungkus rokok dan sebuah asbak, aku menulis hal-hal aneh yang bahkan tidak pernah berhasil aku pahami. Sudah ratusan hari aku lewati tanpamu, tapi setiap harinya bayanganmu justru semakin ada serta hidup. Hobi-hobi baruku bahkan tidak mampu melawan itu semua, kamu begitu sulit untuk ditaklukan pesonanya oleh hal lain. Tidak ada satupun yang mampu menjadi sepertimu. Sementara di sini, aku hanya bisa duduk diam, menatapmu dari kejauhan, mengitarimu dengan pelukan bayangan, dan berharap suatu hari nanti Tuhan kembali menciptakan sebuah pertemuan, dan kita punya peluang untuk saling memaafkan.
Aku senang, meskipun aku sedikit gede rasa karena mengira kamu masih begitu jatuh cinta padaku. Tapi, makin hari, kamu makin jarang mengingat tentangku. Apalagi, kamu begitu cepat melupakanku tanpa kendala apapun. Kamu sekarang sudah semakin dewasa dan semakin cantik. Kamu tetap sukses besar tanpa memikirkan luka yang dulu pernah ada di masa lalu kita. Sedangkan aku masih diam di sini, dengan sebatang rokok yang kian memendek, bersama udara malam Mojokerto yang kian dingin, diiringi suara kodok yang terus berbunyi. Aku masih menunggumu kembali, diam di tempat, tidak berjalan ke mana-mana, walaupun aku tahu semakin hari kamu justru semakin menjauhiku bukan mendekatiku.
Aku tidak tahu rasanya menangis itu seperti apa. Karena ayahku selalu bilang bahwa menjadi pria berarti menjadi tidak punya hati. Aku tidak tahu kenapa aku dipaksa untuk tidak memiliki hati, karena aku terlanjur memberi seluruh hatiku padamu, meskipun pada akhirnya aku menyesal telah melepaskan kamu pergi. Aku tidak tahu kenapa seharian ini aku mengabaikan panggilan telepon dari teman-temanku. Aku tidak tahu mengapa seharian ini aku tidak bersemangat melakukan apapun. Aku tidak tahu mengapa malam ini aku masih mendengarkan lagu Raisa - Kali Kedua, berharap aku punya pintu ke mana saja milik Doraemon, dan bisa mengembalikanmu ke dalam pelukanku.
Aku tidak tahu mengapa pelupuk mataku begitu penuh, mengapa malam ini pipiku menghangat, tenggorokanku sesenggukan, hingga aku terpaksa harus menggigit filter rokokku agar aku masih cukup kuat untuk mengisap batang-batang rokok berikutnya. Aku tidak tahu mengapa keyboard laptopku basah. Kemudian telapak tanganku menutupi mulutku, agar tangis sialan ini mereda.
Masa, iya sih, merindukanmu harus sesakit ini?
-SA, Mojokerto. 15.11.2017
Komentar
Posting Komentar