Aku mencoba memejamkan mata, menikmati aroma petrichor yang untuk sejenak memberikan rasa tenang dan kedamaian, ditemani suara lembut ibu dibalik telepon. Entah kenapa aku merindukan momen seperti ini, tapi situasi sudah berubah, tak ada yang sama. Semuanya asing.. Sampai-sampai aku tidak bisa membedakan mana yang mimpi dan mana yang kenyataan. Semuanya mengabur diwaktu bersamaan.
Luka lama itu kembali menyeruak, membawa kenangan-kenangan usang tentang seseorang yang coba untuk dilupakan. Luka yang selalu membuat dada sesak, membuat ingatan mengelana ke masa silam, membangkitkan kerinduan akan masa-masa itu lagi. Ketika seseorang yang begitu kucintai memilih pergi meninggalkan luka yang begitu dalam. Membawa separuh dari hidupku, membawa senyum dibibirku, membawa semua hal indah yang pernah dilewati bersama.
Iya, aku memilih merelakan apa-apa yang bukan menjadi milikku, mengikhlaskan kepergiannya tanpa lambaian tangan seperti biasanya, menerima semua alasan yang diberikan meski logika menolak. Aku memilih kebahagiaan orang yang begitu kucintai, aku memilih supaya orang yang kucintai tetap bisa melebarkan bibirnya. Meski hatiku harus hancur berkeping-keping, meski hatiku menangis memilih semua pilihanku. Ketika semua sudah tidak seperti biasanya, maka aku harus terbiasa tanpa semuanya.
Aku memaksa logika untuk menerima alasan klasik tersebut. "Kamu terlalu baik buat aku. Aku gak pantas buat kamu", alasan yang sengaja dibuat untuk meninggalkanku. Alasan yang membuat mendung kelabu, membuat hari-hariku diguyur derita. Petir-petir pengkhianatan terlihat sangat jelas, tapi aku memilih melihatnya saja. Tawanya masih saja terngiang dengan sangat jelas ditelinga, masih saja ku rajut doa untuknya setiap malam. Isi doa untuknya pun masih sama, supaya selalu bahagia dengan pilihannya, sehat selalu, diberikan kemudahan, kelancaran, kekuatan, keberkahan dan dijauhkan dari hal-hal buruk.
Aku sadar, tugasku hanya sebatas mencintai, bukan memaksa agar dicintai. Aku percaya bahwa setiap hati pasti ada pemiliknya masing-masing. Dan seandainya pemilik hatinya adalah aku, kemanapun dia membawa hatinya pergi, hati itu pasti akan kembali ke pemilik sejati dan Tuhan punya seribu satu cara untuk mendekatkannya lagi. Akan tetapi, jika bukan milikku, Tuhan juga punya berbagai cara untuk menemukannya dengan orang lain. Pun sebaliknya.
-elp, 13.11.2017
Komentar
Posting Komentar