08 Agustus

Awal agustus aku mulai mengenalmu, kisah ini dimulai dari meja oval ditempat kerja. Di kota yang jauh dari hiruk pikuk lalu lintas, begitu tenang, di rantauanku. Awal perkenalan kita, semua berjalan seperti biasa sebagaimana mestinya rekan kerja. Aku mengulurkan tangan, memperkenalkan namaku dan saat itulah aku mengetahui namamu. Hanya satu kata yang terucap dari bibirmu, tanpa ada senyum. Aku tak pernah memusingkan itu, semua berjalan biasa saja tak ada yang istimewa diantara kita. Oia, aku pernah melihat dan mendengar sosokmu dari om mu yang rekan kerjaku. Tak ku gubris ceritanya, aku pun melihatmu waktu itu hanya sekilas tak ada yang berkesan atau bahkan menggetarkan jantung.

Beberapa hari, berjalan seperti biasa tanpa makna. Kamu begitu misterius, cuek, asik dengan duniamu sendiri. Aku sebagai sosok yg usil dan jenaka, tak jarang bibirmu melebar saat aku usil di ruanganmu. Sampai suatu ketika aku menyerahkan sedikit tanggung jawabmu yang pernah aku emban, saat itulah kau mulai menyapaku, awal mula kisah ini bergejolak. Aku tak menyangka, kamu menyapaku terlebih dahulu. Pesan singkatmu tak kusangka ternyata mampu membuat bibirku mengembang, sudah lama bibir itu tak tersenyum karna orang lain lain. Aku tak tahu kenapa semua itu bisa terjadi, semua biasa saja tak ada yang istimewa.

Tanpa sadar kau mulai masuk perlahan mengisi udara di rongga dada, terhirup seperti aroma kopi yang tak kubiarkan menguap di udara. Kau mulai mengisi hari-hariku. Hadirmu bagaikan senja yang selalu kutunggu keindahannya. Semua mulai jelas ketika secarik kertas di binder tertuju padaku, setelah ulahku yang begitu jenaka untuk semua rekan kerja. Tanpa ada yang tahu bahwa tingkah jenaka itu muncul setelah tamparan telak tepat dihati oleh sang wanita dambaan dilain kesempatan. Kau membiarkanku mengusik hari-harimu yang ternyata begitu temaram, kau pernah disakiti, dikhianati oleh pasanganmu yang memilih wanita lain. Sungging senyum mulai menghiasi wajahmu setelah perkenalan itu, setidaknya muncul beberapa rasa terima kasih dari orang-orang tersayangmu padaku. Aku rasa itu belum seberapa dibanding tawa yang akan datang bersamaku.

Tak terasa sudah sejauh ini aku melangkah, ketika kita berbalas surat, chat, sambungan seluler dan pesan kangen. Begitu indah memang. Harap mulai menhantui angan, berbagai pertanyaan berdatangan, kenapa dengan rasa ini? Mulai mengkhawatirkanmu, memikirkanmu, bahkan mencarimu keitka kursi itu kosong. Aku tak bisa mengelak lagi, aku mulai menyukaimu. Tuhan kembali memberikan rasa itu, rasa yang sudah hilang. Maaf jika tempat yang kusediakan begitu berantakan, maklumlah, sejak ditinggal pemiliknya yang dulu sudah tak pernah ku rawat lagi. Kedekatan kita membuatku mulai mengingkari do'aku untuk tak jatuh cinta, namamu terlantun indah dengan sendirinya.

Semoga kau tak hanya singgah seperti musafir yang lainnya. Semoga kau tak seperti pelangi, yang indah namun hanya sementara..


-Sarif, Mojokerto, 25022017

Komentar

Postingan Populer