Pergilah, Berbahagialah.
Hai, apa kabar?
Semoga kamu baik-baik saja dan selalu bahagia.
Lama kita tak bertemu, tiga hari yang lalu aku menatapmu sendu. Tiga hari bagiku adalah waktu yang lama, karena kita tidak berkirim pesan sepeti dulu. Atau mungkin waktu yang terlalu cepat berlalu. Ketika lagi-lagi dengan bodohnya aku menanyakan perihal hubungamu dengan dia yang membuat malamku kembali meracau.
Kau bercerita perihal perubahannya yang semakin baik. Saat kau tidak yakin dengan hubungan itu. Dengan sigap aku meyakinkamu untuk sedikit yakin, kembali percaya dengan dia. Bukan apa-apa, karena aku tau sesayang apa kau pada dia. Mungkin tidak ada yang pas untuk menggambarkan nya. Tanpa terasa dadaku mulai sesak saat itu juga, aku hanya tidak percaya bahwa aku melakukannya.
Aku meyakinkan orang yang sudah tidak yakin akan hubungannya sendiri, orang yang sudah merasakan apa yang kurasakan untuknya. Tak mengapa, tak perlu cemas. Perihal kehilanganmu; telah kusiapkan semuanya dengan dada yang lapang. Aku tau, rasa ini tak bisa kupaksakan. Aku bukan orang yang egois, bahagiamu selalu menjadi prioritas utamaku seperti kataku dulu.
Malam ini rindu datang lagi menghampiriku, membawa bayang-bayang dan bercerita tentang dirimu. Tak usah sedih. Aku cukup senang dengan keberadaan rindu ini, sebab ia selalu menjadi pertanda bahwa rasa yang aku punya untukmu masih tetap sama. Aku mencoba mengenali duniamu. Mencoba berbaur didalamnya, supaya kau bisa menghubungiku saat dia meninggalkanmu.
Meskipun terkadang ia berubah menjadi sakit yang tak kuasa kutahan. Tapi tak mengapa, karena merindukanmu adalah satu-satunya alasanku melewati malam yang tak bertepi. Hingga aku tau apa itu sepi; sepi yang sama, yang selama ini kau rasakan saat dia hilang dimakan mimpi. Saat dengannya kau diabai, aku bersedia jadi yang paling peduli. Saat kau resah dengan kabarnya, aku dengan sigap meluangkan waktu untukmu berkesah. Sampai akhirnya aku mengerti arti patah dan perih.
Hai kamu,
Pergilah, berbahagialah selalu. Semoga dia adalah satu-satunya orang yang dapat mengaminkan doa-doamu, yang lebih merdu mengucapkan "aamiin" ketika kau berdoa dibandingkan aku. Sebab kini, waktu telah menjadikan kita sementara. Mendekat dan menjauh dalam rasa yang terpenjara. Hingga akhirnya segala yang pernah kupahat pada keningmu, mulai hari ini kucukupkan saja menjadi bagian lain dari kenanganmu.
Karena kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah.
Mojokerto
-elp, 02 April 19.
Komentar
Posting Komentar